IBU,,,IZINKAN AKU MENUNTUT ILMU SYAR’I
Di
kala yang sunyi, ditemani bunyi detik jarum jam yang sedari tadi tiada
berhenti, fazri duduk dikamarnya, termenung memandang brosur yang di pegangnya.
brosur itu ia dapatkan dari temannya
yang sekolah dipondok pesantren. Ia tertarik dengan salah satu pondok
pesantren modern yang menjunjung tinggi syariat islam yang murni yang
berlandaskan kepada alquran dan assunnah melalui pemahaman salafusshalih.
Fazri
memang berbeda dengan saudara-saudaranya yang yang lain. Ia lebih senang kepada
hal-hal yang bersifat keagamaan. Ia lebih mengutamakan kehidupan akhirat di
banding kehidupan dunia. Yang padahal umurnya belum genap lima belas tahun. Ia
masih duduk dikelas 3 SMP. Akan tetapi
kesungguhan dan kesolehannya melebihi kakak-kakaknya yang sudah duduk dibangku
SMK. Hal ini di sebabkan karena kedekatannya dengan mang ecep -Salah seorang tetangga fazri yang sangat semangat
mengamalkan ajaran islam yang murni-.
“tok..tokk..tokk….”
suara ketukan pintu dari arah luar kamar memecahkan lamunan fazri. Ia tersentak
seketika. Brosur yang tengah di pegangnya segera ia lipat dan ia masukan ke
dalam laci lemari.
“fazri…tolong
nak buka dulu pintunya sebentar.”
“Iya
buu…” fazri bergegas menemui ibunya yang dari tadi berdiri didepan pintu kamarnya.
“Ada
apa bu?..” Tanya fazri sambil membuka pintu.
Belum sempat menjawab
ibunya segera masuk kedalam kamar dan duduk diatas tempat tidur. Fazri
mengikuti ibunya kemudian duduk tepat disamping ibunya.
“nak, ibu tahu kamu
memiliki kepintaran yang luar biasa. Ibu ingin kamu sukses, ibu ingin
kepintaran yang kamu miliki tidak sia-sia. Ibu mohon kamu bisa mengerti
keinginan ibu. Ibu ingin kamu seperti kakak-kakakmu. Mereka sekolah di SMK yang
sudah tidak di ragukan lagi kualitasnya. Tidak seperti pesantren yang kamu
impi-impikan itu.
Kata
kata yang keluar dari lisan ibunya membuat suasana menjadi hening. Tak sepatah
kata pun keluar dari mulut fazri. Ia hanya terdiam memandang jemari kakinya. Ia
bingung, apa yang harus ia katakana kepada ibunya. Hingga akhirnya, cairan hangat
keluar dari matanya. Cairan itu mengalir melalui pipinya yang lembab dan jatuh
tepat diatas jemari kakinya.
Lima
menit berlalu, fazri dan ibunya masih duduk berdampingan dalam kesunyian. Tak
ada yang berbicara. Yang terdengar hanyalah suara isak tangis fazri yang
perlahan mereda. Fazri mulai memberanikan diri untuk berbicara.
“insyaAllah
fazri tidak akan menyesal jika sekolah di pondok itu bu. Justru fazri senang. Fazri
ingin bisa bahasa arab. Fazri ingin menjadi
ustadz.” Ucap fazri dengan suara lirih. (bersambung)